Beranda | Artikel
Memberi Nama Masjid dengan Nama Orang
Minggu, 14 Oktober 2018

Memberi Nama Masjid dengan Nama Orang

Bolehkah memberi nama masjid dengan nama orang yang wakaf, misal, masjid Suciati Saliman, karena yg wakaf Bu Suciati Saliman? Mohon pencerahannya

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Allah menegasakan dalam al-Quran bahwa masjid-masjid itu milik Allah, sehingga manusia tidak boleh beribadah kepada selain-Nya.

Allah berfirman,

وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا

“Sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah, maka janganlah kalian (menyekutukan Allah dengan) menyembah sesuatu-pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah. (QS. al-Jin: 18).

Menurut tafsir Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa yang dimaksud ‘masjid-masjid’ pada ayat di atas adalah bangunan masjid. Kaum yahudi dan nasrani ketika mereka memasuki rumah ibadah mereka (gereja atau sinagog), mereka berbuat syirik kepada Allah. Kemudian  Allah perintahkan agar kaum muslimin meng-ikhlaskan  ibadah hanya kepada Allah ketika memasuki masjid.

Selanjutnya, bolehkah menamakan masjid dengan nama orang yang mewakafkan? Misal Masjid Abdul Aziz, atau Masjid Budiman, atau masjid Suciati Saliman.

Fungsi penisbatan sesuatu kepada nama, bisa bertujuan untuk menunjukkan kepemilikan, bisa juga bertujuan hanya sebatas identitas. Ketika seseorang sudah wakaf, pada hakekatnya apa yang dia wakafkan bukan lagi miliknya, namun milik bersama kaum muslimin, sehingga mereka memiliki hak yang sama dalam memanfaatkannya.

Karena sudah pindah hak milik, maka penisbatan masjid kepada nama seseorang, tidak akan dipahami masyarakat bahwa masjid itu masih menjadi milik orang tersebut.

Imam al-Bukhari membuat judul Bab di kitab shahihnya,

باب هَلْ يُقَالُ مَسْجِدُ بَنِى فُلاَنٍ

Bab, bolehkah menyebut masjid Bani Fulan? (Shahih Bukhari Bab. 41).

Kemudian al-Hafidz Ibnu Hajar dalam penjelasannya menyatakan bahwa jamahir ulama (hampir semua ulama), dibolehkan memberi nama masjid dengan nama individu tertentu. Yang melarang dalam hal ini adalah seorang ulama Tabi’in, Ibrahim an-Nakha’i.

al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan,

والجمهور على الجواز والمخالف في ذلك إبراهيم النخعي فيما رواه بن أبي شيبة عنه أنه كان يكره أن يقول مسجد بني فلان ويقول مصلى بني فلان لقوله تعالى وان المساجد لله

Mayoritas ulama membolehkan memberi nama masjid dengan nama pribadi. Yang berbeda dalam hal ini adalah Ibrahim an-Nakha’i. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat Ibnu Abi Syaibah, dari an-Nakha’i, bahwa beliau membenci seseorang menyebut Masjid Bani Fulan atau Mushola Bani Fulan. Karena Allah berfirman (yang artinya) “bahwa semua masjid itu milik Allah.” (QS. al-Jin: 18)

Selanjutnya al-Hafidz menguatkan pendapat jumhur, beliau mengatakan,

وجوابه أن الإضافة في مثل هذا إضافة تمييز لا ملك

Jawaban untuk klaim di atas bahwa penisbatan dalam kasus ini adalah penisbatan untuk identitas, bukan penisbatan untuk kepemilikan. (Fathul Bari, 1/515 – 516).

Terdapat banyak dalil yang menunjukkan bolehnya memberi nama masjid dengan nama pribadi, diantaranya:

[1] Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ

Shalat di masjid-ku ini lebih baik dari pada 1000 kali shalat di masjid yang lain, selain masjidil haram. (HR. Bukhari 1116 & Muslim 2470)

Beliau menyebut masjid nabawi dengan masjid beliau, karena beliau yang mewakafkannya pertama kali.

[2] Hadis dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- سَابَقَ بَيْنَ الْخَيْلِ الَّتِي أُضْمِرَتْ مِنْ الْحَفْيَاءِ وَأَمَدُهَا ثَنِيَّةُ الْوَدَاعِ وَسَابَقَ بَيْنَ الْخَيْلِ الَّتِي لَمْ تُضْمَرْ مِنْ الثَّنِيَّةِ إِلَى مَسْجِدِ بَنِي زُرَيْقٍ

“Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam pernah mengikuti lomba kuda yang dikempiskan dari Hafaya’ dan berakhir di Tsaniyyatul Wada’, dan mengikuti lomba kuda yang tidak dikempiskan perutnya dari Tsaniiyah hingga masjid Bani Zuraiq.” (HR. Bukhari 403).

[3] Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, dan Zir bin Hubaisy dan Rabi’ bin Khaitsam, mereka mengatakan,

مسجد بني فلان, وأن جابراً قال: “فأتى مسجد معاذ

“Masjid Bani Fulan. Bahwa Jabir mengatakan, beliau mendatangi masjid Muadz.” (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, 2/327).

Penamaan ‘Masjid Bani Zuraiq’, ‘masjid  bani Fulan’ atau ‘masjid Mu’adz’ menunjukkan bahwa  para sahabat terbiasa menamai masjid mereka dengan nama individu atau kelompok tertentu. Karena itu, boleh memberi nama masjid sesuai dengan nama orang yang mewakafkannya.

Demikian, Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)


Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/33421-memberi-nama-masjid-dengan-nama-orang.html